Sabtu, 05 April 2014

PLATYHELMINTHES 'LAPORAN PRAKTIKUM IV' ZOOLOGI INVERTEBRATA

PRAKTIKUM  III

Topik               :  Platyhelminthes
Tujuan             :  1.   Mengetahui ciri morfologi dari phyllum Platyhelminthes.
2.      Mengamati cara gerak/jarak tempuh Platyhelminthes (Planaria)
3.      Mengamati cara makan Planaria.
4.      Mengamati bagian-bagian tubuh/ciri morfologi dari Fasciola hepatica.
Hari/Tanggal   : Kamis/13 Maret 2014
Tempat            : Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin
 


I.       ALAT DAN BAHAN

A.    ALAT :
1.      Mikroskop
2.      Kaca benda
3.      Kaca penutup
4.      Kertas millimeter
B.     BAHAN :
Preparat/awetan  Planaria dan Fasciola hepatica.

II.    CARA KERJA
Cara mendapatkan Planaria : habitat di perairan sungai, danau yang jernih, aliran air yang tidak terlalu deras dan dangkal, berikan potongan daging/cacing tanah kecil pada sela-sela batu dan tidak terbawa aliran air, tunggu beberapa saat.
A.    Planaria
1.      Mengamati planaria yang diletakkan pada cawan petri, yang telah diberi sedikit air dengan menggunakan loupe, menggambar morfologi hewan tersebut dan mengamati bagaimana caa geraknya.
2.      Meletakkan kertas millimeter di bawah cawan petri, mencatat waktu yang diperlukan untuk bergerak/berjalan dalam jarak 1 cm.
B.     Fasciola hepatica
Meletakkan preparat/awetan Fasciola hepatica, mengamati di bawah mikroskop struktur anatomi dari Fasciola hepatica, bagian mulut (anterior), sistem pencernaan, saraf, kelenjar vitellin, organ reproduksi dan menggambarkan serta memberi keterangan.

III. TEORI DASAR
Platyhelminthes terdiri atas 3 kelas yaitu : Tubelaria, Trematoda, dan Cestoda. Planaria merupakan contoh dari kelas Trematoda. Planaria ini memiliki tubuh yang pipih, hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian ventral, memiliki bentukan seperti mata, dan mempunyai auricle. Hewan ini tidak memiliki anus, mempunyai daya regenerasi yang sangat baik. Sedangkan pada Fasciola hepatica juga memiliki tubuh yang pipih, tidak bersegmen, pada bagian mulut terdapat pengisap dan kadang-kadang mempunyai kait-kait, dan biasanya hewan ini hermafrodit.
Platyhelminthes berasal dari kata Yunani : platy + helmintes ; platy = pipih, helmintes = cacing. Bila dibandingkan dengan Porifera dan Coelenterata, maka kedudukan Phylum Platyhelminthes adalah lebih tinggi setingkat. Hal itu dapat dilhat dengan ciri-ciri yang dimiliki, sebagai berikut: tubuh bilateral simetris (pipih), hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian ventral, memiliki bentukan seperti mata, mempunyai auricle, arah tubuh sudah jelas, yaitu mempunyai arah anterior – posterior dan arah dorsal – ventral, bersifat triploblastik, sebab dinding tubuhnya sudah tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan ektodermis, mesodermis, dan lapisan endodermis, sudah mempunyai sistem syaraf  yang bersistem tangga tali, yang terdiri dari sepasang ganglia yang membesar di bagian anterior  dan sepasang atau lebih syaraf yang membentang dari arah anterior ke posterior, tubuhnya sudah dilengkapi dengan gonad yang telah mempunyai saluran tetap dan juga alat kopulasi yang khusus. Tetapi hewan ini masih tetap tergolong hewan tingkat rendah, mengingat tubuh tidak mempunyai rongga tubuh yang sebenarnya (coelom), saluran pencernaan makanan belum sempurna, bahkan ada sebagian anggota yang tidak bersaluran pencernaan, alat kelaminnya masih belum terpisah ( hermafrodit ).
Turbellaria yang hidup bebas di dalam air atau ditempat yang lembab, Trematoda yang hidup sebagai parasit, dan Cestoda yang hidup sebagai parasit didalam usus Vertebrata. Fasciola hepatica termasuk dalam kelas Trematoda.
Mulut Fasciola hepatica terletak ditengah-tengah alat isap depan. Makanannya terdiri dari jaringan atau cairan tubuh tuan rumahnya yang dihisap oleh alat hisap kemudian melalui mulut masuk ke dalam saluran pencernaannya. Kelas Trematoda dapat dibagi menjadi 2 ordo: Monogenea dan Digenea. Jenis Monogenea hanya mempunyai satu tuan rumah saja. Telurnya yang dilepas kedalam air tidak banyak jumlahnya, bahkan kadang-kadang hanya satu butir saja. Larva yang terjadi langsung melekat pada tuan rumahnya, misalnya ikan, katak, atau reptil. Kadang-kadang di dalam suatu perairan terdapat banyak sekali larva yang semacam itu sehingga dapat mematikan banyak anak ikan, misalnya jenis Gyrodactylus yang hidup pada sirip, kulit dan insang ikan mas. Jenis hewan dalam ordo ini merupakan parasit luar (ektoparasit) Vertebrata; pada manusia belum pernah di dapat.
Anggota dari Phylum ini yang telah dikenal meliputi 10.000 hingga 15.000 spesies. Dari sekian itu berdasarkan sifat-sifat khusus hewan dewasa, maka Phylum Platyhelminthes dapat dibagi menjadi tiga kelas, yaitu : kelas  Turbelaria, kelas Trematoda dan  kelas Cestoda.
1.        Kelas Turbellaria (cacing pipih berambut getar)
Permukaan tubuhnya bersilia, dan ditutupi oleh epidermis yang bersintium, hampir semua anggota kelas ini hidupnya bebas, hanya beberapa yang hidup secara ektokomensalis atau secara parasit,  tubuhnya dibagi atas segmen-segmen. Sebagian dari padanya dilengkapi dengan bulu-bulu getar, disamping itu juga dilengkapi dengan sel-sel yang dilengkapi dengan zat mukosa (lendir) Riwayat hidup cacing ini sangat sederhana. Contoh : Planaria, Bipalium.
2.      Kelas Trematoda (cacing hisap)
Mempunyai 2 alat hisap, yaitu alat penghisap oral dan ventral. Hampir semua Trematoda bersifat parasit terhadap hewan vertebrata baik secara ekto maupun secara endoparasit. Tubuhnya tidak dilengkapi oleh epidermis maupun silia (kecuali fase larvanya). Tubuh berbentuk seperti daun, dan dilengkapi dengan alat penghisap. Bagian luar tubuh dilapisi kutikula. Contoh : Fasciola hepatica, Schistosoma japonicum.
3.      Kelas Cestoda (cacing pita)

Seluruh anggota kelas ini bersifat endoparasit. Tubuh tidak dilengkapi dengan epidermis maupun silia. Tubuh seperti pita dan pada umumnya terbagi atas segmen-segmen. Setiap segmennya dilengkapi dengan satu perangkat alat reproduksi yang hermafrodit. Tubuhnya  terdiri atas kepala (skolek), leher dan proglotid yang ukurannya makin besar dan makin dewasa ke arah belakang. Makanan diperoleh dengan menyerap zat makanan dari inangnya melalui seluruh tubuh. Contoh : Taenia solium.

I.             ANALISIS DATA
1.      Planaria
Klasifikasi
Kingdom              : Animalia
Phylum  : Platyhelminthes
Clasiss    : Turbelaria
Ordo      : Tricladida
Family   : Panidae
Genus    : Planaria
Spesies   : Planaria sp
(Sumber: Hegner & Engemen. 1968)
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap Planaria dengan menggunakan lup/kaca pembesar, Struktur Planaria tubuhnya pipih, memanjang dan lunak, berukuran kira-kira 15mm (5-25mm) panjang, bagian anterior (kepala) berbentuk segitiga tumpul, dan meruncing kearah belakang, dan berpigmen yang gelap. Planaria menghindari cahaya yang kuat dan pada siang hari.  Planaria merupakan salah satu cacing pipih yang hidup bebas, kebanyakan hidup di dalam air tawar atau air laut, atau tempat yang lembab di daratan.
Lubang mulut berada di ventral tubuh agak ke arah ekor, berhubungan dengan pharink (proboscis) berbentuk tubuler dengan dinding berotot, dapat ditarik dan dijulurkan untuk menangkap makanan. Di bagian kepala, yaitu bagian samping kanan dan kiri terdapat tonjolan menyerupai telinga disebut aurikel. Tepat di bawah bagian kepala terdapat tubuh menyempit, menghubungkan bagian badan dan bagian kepala, disebut bagian leher. Di sepanjang tubuh bagian ventral diketemukan zona adesif. Zona adesif menghasilkan lendir liat yang berfungsi untuk melekatkan tubuh planaria ke permukaan benda yang ditempelinya. Di permukaan ventral tubuh planaria ditutupi oleh rambut-rambut getar halus, berfungsi dalam pergerakan
Reproduksi merupakan proses pembentukan individu baru.  Cacing Planaria yang sudah mencapai dewasa, mempunyai sistem reproduksi jantan dan betina, jadi bersifat monoecous (hermaprodit). Testis dan ovarium Planaria berkembang dari sel-sel formatif dari parenchym. Perkembangbiakan Planaria secara aseksual terjadi dengan pembelahan arah transversal. Seekor cacing Planaria dapat mengalami kontriksi (penyempitan) biasanya di belakang faring, kemudian membelah dan masing-masing potongan melengkapi bagian tubuhnya menjadi individu-individu baru. Reproduksi secara seksual, dua Planaria saling melekat pada sisi ventral-posterior tubuhnya dan terjadi kopulasi, penis masing-masing dimasukkan kedalam atrium genitalis. Sperma dari vesikula seminalis pada sistem reproduksi jantan masing-masing masuk ke seminal reseptacle cacing pasangannya, saling bertukaran produk sex antara dua individu yang berbeda di sebut cross fertilisasi, dan transfer langsung sperma dari jantan ke organ kelamin betina di sebut fertilisasi internal. Setelah perkawinan selesai, 2 cacing tersebut memisah, dan sperma mengadakan migrasi di dalam oviduck, untuk membuahi telur-telur. Beberapa zygot dan banyak sel-sel yolk kemudian bersatu didalam kapsul yang terpisah (di dalam kulit telur, di buat oleh dinding atrium kemudian keluar). Perkembangan secara langsung tidak ada stadium larva. Perkembangan planaria secara aseksual di alam, dilakukan selain bulan februari-maret. Kondisi lingkungan selain bulan tersebut, planaria sudah dewasa / maksimum dalam beregenerasi, sehingga planaria mengalami kontriksi atau penyempitan di belakang faring, terjadinya kontriksi karena sel-sel cuboid yang menutupi bagian luar permukaan tubuh, kemudian dengan adanya dorongan dari otot-otot sirkuler dan longitudinal akan berkontraksi dan menimbulkan perubahan bagian tubuh diantara epidermis dan tractus digestivus yang berguna untuk membantu distribusi makanan dan pengeluaran sisa-sisa makanan terhambat dan kemudian terjadi pembelahan.
Regenerasi Planaria reganerasi adalah kemampuan untuk memproduksi sel, jaringan atau bagian tubuh yang rusak, hilang atau mati. Planaria menunjukan daya regenerasi yang kuat, bila cacing tersebut mengalami luka baik secara alami maupun secara buatan, bagian tubuh manapun yang mengalami kerusakan akan diganti dengan yang baruIndividu cacing yang di potong-potong akan menghasilkan cacing-cacing kecil yang utuhSetiap potongan dapat tumbuh kembali (regenerasi) menjadi individu-individu baru yang lengkap bagian-bagiannya seperti induknya.
oiiik.jpg
Sumber:

2.   Fasciola hepatica
Klasifikasi :
Kingdom                     : Animalia
Phylum                        : Platyhelminthes
Classis                         : Trematoda
Order                           : Digenia
Familia                        : Digeniadae
Genus                          : Fasciola
Species                        : Fasciola hepatica
(Sumber: Hegner & Engemen. 1968)
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap awetan Fasciola hepatica pada mikroskop, pada awetan ini terlihat morfologi cacing ini mulutnya terletak di sebelah anterior. Hewan ini hidup parasit dalam kantung empedu pada biri-biri, sapi, babi, dan lain-lainnya dan kadang ditemukan juga pada manusia. Fasciola hepatica atau disebut juga Cacing hati merupakan anggota dari Trematoda (Platyhelminthes). Cacing hati mempunyai ukuran panjang 2,5 – 3 cm dan lebar 1 - 1,5 cm.
Pada bagian depan terdapat mulut meruncing yang dikelilingi oleh alat pengisap, dan ada sebuah alat pengisap yang terdapat di sebelah ventral sedikit di belakang mulut, juga terdapat alat kelamin. Bagian tubuhnya ditutupi oleh sisik kecil dari kutikula sebagai pelindung tubuhnya dan membantu saat bergerak. Mulut terletak di sebelah anterior. Di sekitar mulut terdapat alat hisap. Alat ini terdapat juga di daerah ventral.  Kedua alat itu berfungsi sebagai alat penempel pada hospes. Antara mulut dan alat hisap ventral terdapat lubang genital sebagai jalan untuk mengeluarkan telur.
Lubang ekskresi terletak agak dekat dengan akhir posterior. Kecuali itu terdapat lubagng lain sebagai akhir dari saluran laurer. Sistem pencernaan sederhana, dimulai dari mulut, pharynx yang merupakan saluran pendek, esophagus, usus yang terdiri dari dua cabang utama yang menjulur dari anterior ke posterior sebelah-menyebelah dalam tubuh. Hewan ini tidak memiliki system sirkulasi, maka bahan makanan diedarkan oleh pencernaan itu sendiri. Alat hisap dilengkapi dengan otot-otot, sehingga menempel dengan erat pada hospes.
Otot ini terusun atas 3 lapisan di bawah ektoderm : (1) lapisan luar melingkar, (2) lapisan tengah, (3) lapisan dalam yang diagonal. System ekskresi pada Fasciola hepatica terdiri dari pembuluh-pembuluh yang bercabang-cabang yang mengadakan anyaman-anyaman dan sel-sel yang berbentuk seperti kantung yang disebut sel api. Pada masing-masing tubuh terdapat beberapa pembuluh pengumpul  yang membentang longitudinal.
Tubuh Fasciola hepatica adalah triploblastik. Ektoderm tipis yang dilapisi oleh kutikula yang berfungsi melindungi jaringan di bawahnya dari cairan hospes. Ektoderm mengandung sisik kitin dan sel-sel tunggal kelenjar.  Endoderm melapisi saluran pencernaan. Mesoderm merupakan jaringan yang membentuk otot, alat ekskresi, dan saluran reproduksi. Disamping itu terdapat jaringan parenkim yang mengisi rongga antara dinding tubuh dengan saluran pencernaan.
Alat reproduksi jantan terdiri atas : sepasang testis, dua pembuluh vas diferensia, kantung vesiculum seminalis, saluran ejakulasi dan penis. Alat reproduksi pada betina terdiri atas : saluran tunggal ovarium, saluran oviduct, kelenjar pembungkus ovum, saluran vetelline, kelenjar yolk, dan uterus.
Gambar daur hidup Fasciola hepatica
Flowchart: Alternate Process:
Add caption


Sumber:
Anonim.F.2014. http://erickbio.files.wordpress.com/2012/08/siklus.png (diakses pada 16 Maret 2014)

Seekor cacing di dalam hati inang (yang biasanya hewan ternak) bisa bertelur sekitar 500.000 butir. Telur Fasciola hepatica menuju ke usus dan mengikuti perjalanan sisa makanan bersama aliran empedu. Kemudian keluar ke alam bebas bersama dengan kotoran (tinja). Telur yang fertil dapat menetes apabila jatuh di tempat yang lembab atau basah,  seminggu setelah menetes akan menjadi larva. Larva ini akan berkembang serta tumbuh silia dan disebut mirasidium. Kemudian berenang mencari tubuh siput air tawar/keong dari marga Lymnaea dengan menggunakan silianya, siput air tawar/keong dijadikan sebagai intermedier. Mirasidium akan mati apabila selama 8 jam tidak mendapati siput. Di dalam tubuh siput, selama 2 minggu tumbuh dan ukurannya membesar seperti kantung disebut sporocist dan berkembang menjadi redia. Redia terus berkembang dan berekor disebut sercaria, yang bentuknya seperti kecebong.
Dengan ekornya kemudian keluar dari tubuh keong dan berenang menuju rumput atau tumbuhan air lain di sekitarnya, yang kemudian menjadi sista. Jika sista bersama rumput termakan oleh ternak, di usus akan pecah dan  menghasilkan larva yang disebut metaserkaria. Metaserkaria menembus dinding usus kemudian mengikuti peredaran darah menuju ke hati. Akhirnya tumbuh menjadi cacing dewasa.

II.    KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Platyhelminthes memiliki tubuh yang bilateral simetris (pipih), hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian ventral, memiliki bentukan seperti mata, dan mempunyai auricle.
2.      Planaria sp tidak memiliki anus pada saluran pencernaan makanan sehingga buanganyang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut.
3.      Planaria sp yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air,sapi, babi, atau manusia.
4.      Planaria sp memiliki sistem saraf berupa tangga tali yang terdiri dari sepasanggangglion otak di bagian anterior tubuh.
5.      Fasciola hepatica termasuk dalam phylum platyhelminthes.
6.      Bagian-bagian morfologi Fasciola hepatica terdiri dari mulut, penghisap, tuhuh, dan saluran ekskresi.
7.      Bentuk dari tubuh Fasciola hepatica berbentuk seperti daun yang pada bagian anteriornya terdapat alat penghisap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar